Waktu aku kecil dulu Guru memberi nasehat, "Nak, Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit!". Saat itu aku belum berpikir bahwa kita tak pernah menggapai yang namanya langit itu! Keberadaan langit sendiri adalah tak terbatas, tak terjangkau oleh kita meski dengan pesawat supercepatpun. Jangankan menggapai langit, lha wong menggawai awan yang jelas-jelas lebih rendah saja nggak mampu!
Seiring bertambah usia, Guru yang lain memberi nasehat "Nak, Dalam hidup ini mengalirlah seperti air!". Beberapa saat benar juga memahami nasehat sang guru ini. Namun seiring waktu dan bertemu Guru yang lain yang memngatakan "Hidup ini, janganlah seperti air! Karena sebagaiman logika air hanya akan mengalir ke tempat yang rendah!" Apakah kita akan selalu menuju ke tempat/posisi yang lebih rendah?
Di kesempatan lain Guru yang lain memberi nasehat "Hidup lah laksana lilin, sinarnya menerangi sekitar!" Nasehat ini sangat bagus juga, kita harus menjadi orang yang memberi manfaat bagi orang lain. Namun ketika lilin menerangi ruangan sekitar, dirinya akan meleleh, lama-lama akan habis dan hilanglah terangnya. Apakah kita akan seperti lilin yang lama-lama kehabisan terangnya untuk menerangi orang lain?
Hingga suatu saat aku berpikir bahwa tiada kata yang sempurna untuk merepresentasikan kehidupan ini. Setiap prinsip hidup yang kita pilih ada konsekuensinya ada sisi baik dan buruknya, ada sisi positif dan negatifnya. Bukankah kehidupan manusia itu sendiri memang tidaklah sempurna. Kita lihat saja di dalam kehidupan di masyarakat, setiap orang berharap menjadi kaya, jabatan tinggi, istri cantik, suami tampan, atau anak yang lucu. Namun disisi lain kekayaan yang mereka tidak membuat mereka nyaman, jabatan tinggi justru membawa petaka ke penjara, istri cantik atau suami tampan tapi keluarga tak tentram (karena adanya WIL atau PIL), atau anak-anak yang lucu terjerat narkoba.
Pililah nasehat kehidupan yang ada dan rasakan konsekuensinya, karena tak ada satu nasehatpun yang sempurna!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar