Dear God,
We Want to Be The Sun or The Moon more than The Star

Ya Tuhan, Jadikanlah kami seperti Matahari, seperti Bulan dan seperti Bintang-Bintang


Terima kasih atas kunjungan anda!




Kamis, 02 Desember 2010

Inerview Mario Teguh

Bagi Orang Kuat, Masalah Berubah Menjadi Prioritas
Tantangan kehidupan semakin berat pada tahun mendatang. Harga bahan kebutuhan pokok dan jasa terus naik, sedangkan lapangan kerja kian sempit. Di tengah krisis hampir di semua bidang, termasuk krisis keteladanan para pemimpin, sebagian masyarakat harus mencari solusi mengatasi persoalan. Acara yang menghadirkan motivator, yang memberikan tip-tip keluar dari kesulitan, kini dibanjiri peminat.
Mario Teguh, 51 tahun, adalah salah seorang motivator dan konsultan yang mendapat sambutan hangat. Acaranya yang menggugah semangat di sebuah stasiun televisi dan sejumlah radio tak pernah sepi peminat. Penulis buku One Million Second Chances ini juga rutin menjadi pembicara di seminar-seminar tentang masalah karier, bisnis, dan pengembangan kepribadian.
Menurut Mario, kesulitan yang bakal dihadapi pada 2008 tak perlu dianggap sebagai kendala permanen. "Kesulitan itu bukan batas, melainkan garis yang harus dilampaui. Kesulitan adalah ukuran untuk kita bisa menjadi lebih besar," ujar motivator dan konsultan yang biasa mengucapkan "salam super" ketika menyapa audiensnya itu. Senin lalu, lulusan Indiana University, Amerika Serikat, ini menerima wartawan Tempo, Ngarto Februana, Erwin Dariyanto, dan fotografer Yosep Arkian di Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan, untuk sebuah wawancara. Dengan bersemangat dan tutur kata yang terjaga, Mario berbicara tentang apa yang harus dilakukan menghadapi 2008. Berikut ini petikannya.
Menurut Anda, bagaimana kondisi kehidupan pada 2008?
Tahun 2008 mari kita isi dengan cara-cara baru. Cara-cara lama yang pernah dipakai pada tahun sebelumnya, yang terbukti gagal, ditinggalkan. Yang sudah membuahkan hasil lebih ditingkatkan lagi. Karena pasti persaingan kehidupan akan makin tinggi serta pola kehidupan sosial masyarakat, terutama di Jakarta, tidak menentu. Populasi penduduk yang padat serta kemacetan lalu lintas menjadi konsumsi setiap hari. Infrastruktur yang ada rentan terhadap perilaku masyarakat untuk memenuhi kebutuhan, harga-harga bahan kebutuhan pokok juga semakin tinggi, inflasi akan terus bergejolak. Komunikasi fisik terkendala oleh masalah transportasi, kemacetan.
Apa yang harus dilakukan menghadapi kendala komunikasi fisik ini?
Menghadapi tahun depan, kita harus cerdas, harus menggunakan waktu di antara ketidakpastian schedule. Ke depan, saya rasa, dalam kehidupan masyarakat untuk beraktivitas tidak lagi diperlukan kehadiran fisik. Alasannya, yang saya lihat ke depan perhatian dan aktivitas, khususnya pelaku bisnis, tidak lagi tersentral di pusat kota. Ke depan masyarakat akan berusaha bagaimana membuat kantor pusat tetap di pusat kota, tapi operasionalisasi di luar pusat kota. Ini akan menciptakan kesempatan berbisnis yang tertata di luar kota.
Kesimpulannya, di tahun-tahun depan, dalam bisnis yang diperlukan bukan kehadiran fisik, melainkan kehadiran nama. Setiap pribadi yang mau berhasil harus menjadi pribadi yang ternama di bidangnya. Nah, saya minta ke depan, ayo menjadi orang yang kuat dan ternama di bidang apa pun. Bagaimana caranya? Ya, dengan meningkatkan kemampuannya masing-masing. Di tengah sulitnya transportasi seperti saat ini, kita tidak punya waktu untuk ketemu banyak orang. Tapi, kalau kita sudah punya nama di bidang apa pun, kehadiran fisik itu tidak perlu. Kita bisa berkomunikasi lewat faks, telepon, e-mail, dan sebagainya.
Kehidupan makin sulit, bagaimana sebaiknya kita bersikap?
Pertama, kalau menemui kesulitan, jangan anggap itu sebagai kendala permanen. Kesulitan itu bukan batas, tapi garis yang harus dilampaui. Kesulitan adalah ukuran untuk kita bisa menjadi lebih besar. Orang yang menganggap kesulitan sebagai kendala permanen, maka (dia) akan mengalami kesulitan itu terus. Pada tahun-tahun depan dia juga akan menemui kesulitan yang sama, tanpa bisa berpikir bagaimana memecahkannya.
Kedua, tujuan yang saat ini belum bisa kita capai adalah target untuk dicapai. Caranya bagaimana? Banyak orang memiliki target, tapi tidak bisa mencapainya. Nah, ketidakmampuan ini dijadikan alasan. Tahun depan, ayo kebiasaan seperti itu dibalik. Cita-cita tetap dibuat tinggi, jangan diturunkan, kemampuan yang terus ditingkatkan.
Di bidang bisnis, bagaimana sikap yang harus diambil para pebisnis untuk menghadapi tahun depan?
Dalam bisnis itu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu biaya produksi yang sudah pasti terus naik, dan kedua, ketidakpastian pendapatan dan keuntungan yang belum tentu naik. Kita ini berjalan pada kepastian biaya produksi serta ketidakpastian pemasukan dan keuntungan. Jadi para pemimpin bisnis tujuannya ke depan harus membangun cara-cara menghasilkan produk. Produk itu merupakan pintu masuk uang. Para pengusaha akan bersaing dalam mengembangkan produk. Produk dalam pengertian merek; bukan barang, melainkan brand. Bagaimana dua buah barang yang sebetulnya sama isinya, tapi dimereki berbeda. Seperti pada beberapa telepon seluler, fitur, isi layanan, fasilitasnya sama, tapi mereknya berbeda. Jadi pengusaha harus lebih smart dalam penciptaan nama bagi produk dan pelayanannya. Tahun depan hendaknya pengusaha lebih smart dalam mendesain produk lebih ke arah konsep dengan membangun image, brand, pembaruan merek, peremajaan nama, dan perbaikan logo.
Menjelang Pemilu 1999, Anda punya tip bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang baik?
Pertama, pilihlah pemimpin yang tidak menjelekkan orang lain. Dari situ masyarakat bisa tahu, calon pemimpin yang cenderung menjelekkan pesaingnya justru calon yang tidak baik. Orang yang menyadari dirinya tidak baik, akan berusaha menutup-nutupi keburukannya, dan membuat dirinya lebih menonjol daripada calon lain. Caranya, ya, dengan menjelek-jelekkan lawannya. Seorang pemimpin yang baik akan mengatakan yang baik yang bisa dikatakan sehingga pesaingnya tidak bisa menyaingi kebaikannya.
Anda punya contoh pemimpin kita yang patut jadi panutan?
Gimana, ya? Pertama, saya nonpartisan. Repotnya lagi, di Indonesia ini kalau kita menyebut satu tokoh, kita bisa dicap partisan. Kedua, proses penggemblengan calon pemimpin untuk menjadi pemimpin belumlah mapan. Pribadi yang kita kagumi tidak mesti orang besar. Jadi di Indonesia ini saya lebih baik tidak memiliki satu tokoh idola. Lebih baik saya mendeskripsikan konsep pemimpin yang amanah.
Seperti apa?
Menurut saya, calon pemimpin kita sekarang ini secara pribadi belum cukup cerdas untuk memimpin kompleksitas kehidupan bernegara. Kebanyakan dari mereka menjadi pemimpin karena warisan nama, kepartaian, ataupun warisan masa lalu. Bagaimana seorang pemimpin bisa disebut jujur kalau banyak yang tidak wajar dari kekayaannya, pendapatannya dari mana? Bagaimana bisa memimpin 200 juta penduduk Indonesia kalau tidak memiliki kestabilan emosi. Belum lagi masalah-masalah lain. Misalnya, dalam memilih orang. Okelah pemimpin itu cerdas, jujur, memiliki kestabilan emosi yang baik, tapi kalau tidak bisa memilih orang sebagai pembantunya, apa jadinya?
Kepemimpinan besar itu, menurut saya, bukanlah kepemimpinan pribadi, melainkan kepemimpinan kolektif. Kalau menggunakan konsep sebuah perusahaan, Indonesia ini sebuah kantor pusat. Maka provinsi adalah kantor wilayah, kabupaten, dan kota madya adalah kantor cabang, kecamatan adalah kantor pembantu. Kalau melihat dengan standar itu, tidak akan ada orang yang tidak menghasilkan di negeri ini. Semua orang akan menghasilkan produk. Dan istilah pada akhir tahun tidak lagi pertanggungjawaban, tapi pertanggunghasilan. Jadi yang tidak menghasilkan, silakan minggir.
Anda sering mengatakan, "Contohlah cara orang-orang besar mengerjakan sesuatu...."
Banyak sekali cara orang besar yang patut diteladani. Mereka itu mengabaikan hal-hal yang tidak prinsip. Ada pemimpin yang gampang tersinggung oleh pernyataan seorang lawan politiknya dan memilih mengurusi orang yang menyinggungnya itu. Akhirnya, waktu yang seharusnya bisa untuk mengurusi masalah rakyat terbuang sia-sia. Pemimpin ini khawatir jika tidak terpilih lagi pada pemilihan selanjutnya. Hal ini, menurut dia, tidak lebih prinsip ketimbang berusaha agar menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik akan merasa khawatir tidak bisa bekerja melayani masyarakatnya dengan baik ketimbang khawatir tidak terpilih lagi pada pemilihan berikutnya. Maaf, saya tidak biasa sebut nama.
Kedua, orang besar itu berfokus pada kepuasan masyarakat yang dilayani dan tidak banyak bicara soal teori. Ketiga, orang besar akan selalu membangun tatanan politik menuju pembangunan yang akan datang. Siapa pun yang akan meneruskan kepemimpinan kita harus lebih mampu dan lebih baik daripada kita. Orang-orang seperti ini ikhlas, berarti dia mulai bekerja dari sekarang, tapi tidak khawatir apakah dalam pemilihan berikutnya akan terpilih atau tidak. Saya bisa menyebut contoh-contoh orang besar, antara lain Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, dan Kahlil Gibran. Mereka ini orang-orang besar yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat. Tidak banyak teori dan langsung bekerja di lapangan bersama rakyat. Hebatnya lagi, waktu mereka untuk menjadi besar sama dengan waktu kita. Mahatma Gandhi memiliki waktu yang sama dengan kita untuk menjadi orang besar. Kenapa kita, Indonesia, belum memiliki orang sehebat Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, padahal waktu yang kita miliki sama.
Apa tip Anda menyambut tahun depan?
Pertama, harus sangat praktis, yang tidak menghasilkan, tinggalkan. Berapa banyak orang yang bekerja di sebuah perusahaan dengan hasil yang kecil, tapi tetap dipertahankan? Banyak teman yang tidak menjadi lebih pandai di bidangnya. Mari mulailah tahun 2008 dengan berusaha menjadi orang yang lebih besar, kuat, dan tinggi.
Apakah karena kita tidak memiliki nilai-nilai kejujuran, bangsa kita sulit lepas dari krisis?
Kata "jujur" sebaiknya diganti dengan "setia pada yang benar". Karena, itu istilah yang terluka oleh perilaku kehidupan kita berbangsa ini. Bagaimana kalau itu dimulai pada pemimpin yang tertinggi hingga level masyarakat paling bawah untuk setia pada yang benar. Masalahnya, hingga kini belum ada pendidikan setia pada yang benar. Kedua, apakah ada kesungguhan dari pemimpin untuk menjaga kebenaran. Begini, pemimpin itu ada tiga tugasnya: pertama, meneladankan yang benar; menganjurkan yang benar; dan terakhir, mengharuskan yang benar. Nah, pada pemilu yang akan datang, kita harus menganjurkan masyarakat memilih pemimpin yang mengajak pada kebenaran.
Anda punya contoh orang yang memenuhi kriteria tersebut?
Ada, tapi saya tidak mau menyebut nama dan afiliasinya.
Anda pernah mengatakan, "Ambil bebannya, jangan ambil jabatannya." Apa maksudnya?
Kalau tidak mau memikul bebannya, jangan mau ambil jabatannya, itu kalimat saya. Jadi, kalau ada pemimpin yang mengeluh soal jabatannya, itu berarti orang yang seharusnya tidak mengambil jabatannya. Karena, dalam jabatan itu ada beban dan masalah. Tuhan tidak akan memberi beban manusia di luar kemampuannya. Berarti, orang yang diberi beban kemudian mengeluh, jabatan itu terlalu besar baginya. Jadi seorang pemimpin tidak boleh mengeluhkan organisasinya, kelengkapannya, masyarakat yang dipimpinnya. Lo, tapi kan banyak masalah? Masalah itu bagi orang lemah. Bagi orang kuat, masalah berubah bentuk menjadi prioritas. Limbah di sungai, penebangan hutan, longsor, itu masalah bagi yang mengamati. Banyak kan pejabat yang hanya jadi pengamat. Tapi, bagi pejabat yang action oriented, itu jadi prioritas. Jadi jangan melihat masalah, jangan keluhkan, lihat itu sebagai prioritas.
Apakah menjadi motivator memang cita-cita Anda dari kecil?
Ya. Ini memang cita-cita saya sejak kecil. Tapi sebetulnya saya itu orangnya pendiam dan pemalu. Apa yang Anda lihat selama ini, baik di TV, seminar, maupun Anda dengar di radio, itu bukanlah saya, melainkan keterampilan seorang Mario Teguh. Mario Teguh yang asli adalah seorang pemalu, pendiam, tapi pemaaf.
Dari mana Anda mendapat inspirasi dalam memberikan motivasi?
Dari perenungan terhadap apa yang terjadi di sekeliling saya, yang terjadi di negara kita, apa yang terjadi pada politikus kita, juga dari buku-buku yang saya baca.
Bagaimana Anda mengelola kesibukan?
Ya, memang akhirnya saya harus kurang tidur, kurang istirahat, tapi itu adalah biaya dari pelayanan. Jadi sudah terbiasa. Tapi, itu saya kompensasi dengan gizi yang baik dan perasaan yang sedamai mungkin. Prinsip yang saya gunakan adalah saya berjalan dengan kecepatan berlari. Jadi tidak tergesa-gesa, tapi fokus pada pekerjaan sehingga waktu kita lewati dengan indah.
Banyak orang tertekan oleh kesibukan dan akhirnya justru stres....
Begini, stres itu yang pertama yang menjadikan pegas punya potensi. Pegas itu, kalau tertekan, punya potensi. Kalau tidak tertekan, dia tidak punya potensi. Sebetulnya stres itu adalah kekuatan atau tenaga. Banyak orang dalam (kondisi) stres itu justru berakibat ketidakmampuan seseorang dalam penjadwalan beban. Ini sesuatu yang tidak bisa diselesaikan sekarang, berarti selesaikan nanti. Kedua, ini bukan saya yang harus memikirkan, berarti orang lain. Ketiga, kalau kita tidak bisa melakukan, berarti harus ada keikhlasan untuk menyerahkan urusan itu kepada Tuhan.
Dengan tingkat kesibukan yang tinggi, apakah Anda sempat meluangkan waktu untuk keluarga?
Masih. Setiap tiga bulan sekali saya luangkan waktu khusus untuk "pacaran" dengan Bu Linna (istrinya). Di samping itu, saya sering berjalan-jalan dengan kedua anak saya untuk belanja alat-alat teknologi. Kebetulan saya hobi mengumpulkan alat-alat teknologi canggih. Setiap ada perkembangan alat yang canggih, saya akan membeli.
BIODATA
Nama: Sis Maryono Teguh
Lahir: Makassar, 5 Maret 1956
Istri: Linna
Pendidikan:
# New Trier West High (setingkat SMA) di Chicago, Amerika Serikat, 1975
# Jurusan Linguistik dan Pelajaran Bahasa Inggris, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang (S-1)
# Jurusan Interaksi Bisnis, Sophia University, Tokyo, Jepang
# Indiana University, Amerika Serikat, 1983

Pekerjaan:
# Konsultan/motivator
# CEO Business Effectiveness Consultant

Buku:
# Becoming a Star (2006)
# One Million Second Chances (2006)

Warung Soto Ayam Mulud

Feel The Taste of Our Soto!
So Delicious

By Hari
Jalan Pasar Cawas - Pedan
Sentul Cawas