Dear God,
We Want to Be The Sun or The Moon more than The Star

Ya Tuhan, Jadikanlah kami seperti Matahari, seperti Bulan dan seperti Bintang-Bintang


Terima kasih atas kunjungan anda!




Rabu, 14 Januari 2009

Menentukan Pilihan

Beberapa hari lalu aku membaca buku seorang Nobelis Fisika, semacam cerita kehidupan yang pernah dia alami, waktu masih kecil mahasiswa dan ketika menjadi seorang dosen. Mungkin semacam buku biogragi juga. Mr Feyman dari Amerika, yang paling memberi kesan pada diriku dari buku itu adalah prinsip dalam memilih keputusan. Meski pada kasusnya beliau ini adalah kasus yang simpel namun bisa menjadikannya sebuah pelajaran diriku. Mr. Feyman ini tiap kali pergi restoran untuk makan selalu dibingungkan dengan menu hidangan penutup. Tiap kali datang dia harus memilih satu dari sekian macam menu yang ditawarkan restoran, yang sering membingungkan. Mulai dari es krim, es ...,es..., dan es lainnya, kejadian yang berulang ini memberikan beliau sebuah pelajaran. Mengapa tinggal memilih makan penutup saja justru membuat bingung, padahal dia sudah punya uang untuk membelinya. Dari kejadian yang berulang kali kemudian dia mulai memutuskan, tiap kali masuk restoran dia menentukan satu hidangan penutupnya yaitu es krim. Sejak itu tiap kali makan di restoran dia memesan es krim sebagai hidangan penutup. Setelah dia memutuskan hal tersebut dia terhindar dari rasa bingung, karena dia sudah punya jawabannya. Dia tidak ingin pilihan lain, yang lain tidak menarik lagi. Ketika ditawari diperbutkan oleh dua universitas untuk mengajar di kampus mereka, beliau juga dihadapkan pada dilema, bingung. Tiap kali dia menentukan keputusan A ada pihak B kemudian menawarkan gaji yang lebih tinggi. Dan akhirnya beliau memutuskan untuk mengajar di perguruan tinggi A, kali ini sudah keputusan final. Ketika satu tahun berlalu, seseorang bermaksud menanyakan tentang tawaran terakhir dari perguruan tinggi B. Dan ketika mengetahui bahwa gaji yang ditawarkan perguruan tinggi B ternyata 3 kali lipat dari perguruan tinggi A. Saat itu juga beliau mengatakan pada staf perguruan tinggi B bahwa inilah yang beliau tidak suka. Perguruan tinggi B menawarkan gaji yang terlalu tinggi, sehingga tak lagi menarik bagi beliau.
Tangga Pertama
Ketika kita sudah mempunyai jawaban atas sebuah pertanyaan, maka kita tidak lagi memikirkan segala sesuatu yang berada diluar. Sering terjadi ketika kita ingin memutuskan tentang sesuatu, berbagai godaan dan gangguan datang yang membuat kita menjadi ragu. Pilih keputusan dan kita jalani keputusan itu, meski dengan sedikit resiko, daripada kita dalam keadaan yang tak jelas /abu-abu. Ketika kita sudah mengambil sebuah keputusan, benar atau salah kita telah melewati anak tangga pertama, berikutnya kita langkahkan kaki ke tangga kedua, ketiga... sampai ke puncak.
Menentukan Untuk Menikah
Seseorang ingin menikah, namun karena menurutnya keadaan belum memungkinkan akhirnya ditunda. Berbagai alasanpun muncul saat itu, alasan belum punya pekerjaan tetap, belum punya rumah, belum punya mobil atau belum cukup tabungan. Kita tahu bahwa kondisi real dimana kita menentukan waktu yang pas untuk menikah tidak seperti yang kita rencanakan. Apa saja datang dan terjadi sehingga apa yang kita rencanakan tidak sesuai. Akan berulang seperti itu, dan waktu demi waktupun berlalu. Atau ketika kondisi real itu tercapai kita akan cenderung memberi batasan lagi tingkat yang lebih tinggi untuk kemudian menikah. Hingga di saat ulang terkejut ketika mengetahui sudah sekian tahun masih sendiri. Jika kita berkutat pada alasan seperti itu kita tak akan pernah tahu kapan akan menikah. Ketika Bapak Proklamor dulu berjuang untuk segera memproklamirkan berdirinya republik Indonesia tercinta ini. Saat berpidato di depan rakyat Indonesia, beliau menganalogikan kemerdekaan bangsa Indonesia ini ibarat pernikahan. Di saat pendudukan Jepang terdapat dua pemikiran merdeka sekarang atau menunggu setelah situasi memungkinkan (semua telah siap, misal Undang Undang ada, dasar negara ada, ekonomi bagus, dsb). Jika kita analisa ketika saat itu tidak ada orang tokoh yang nekat seperti Soekarno dan sahabat beliau yang satu pendapat, barang kali Indonesia belum merdeka di tahun 1945. Sama halnya ketika seseorang akan menikah, ada orang yang menikah ketika sudah punya rumah dan mobil, ada yang baru punya rumah tapi belum punya mobil. Ada orang yang menikah ketika baru memiliki sepeda, ada yang baru memiliki perabot rumah tangga sederhana, atau bahkan baru saja mendapatkan pekerjaan. Bahkan ada orang yang menikah meskipun belum punya pekerjaan! Jadi kenapa banyak alasan untuk menunda sebuah pernikahan...?

Tiap kali makan diwarung aku dulu juga sering bingung, mengenai menu pilihan yang akan kumakan, atau minuman yang akan kupesan. Untuk soal minuman saat ini aku sudah tentukan, kemanapun aku makan di warung aku sudah punya jawaban awal es teh. Bahkan meski waktu hujan, malam yang dingin, atau pagipun aku telah tentukan es teh sebagai minuman. Ketika minuman itu tak tersedia, lalu aku baru pilih minuman yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Soto Ayam Mulud

Feel The Taste of Our Soto!
So Delicious

By Hari
Jalan Pasar Cawas - Pedan
Sentul Cawas