Seorang tetangga (Ibu W)dekat masuk bui beberapa bulan lalu, karena urusan yang kecil (menurutku) mengambil sepeda milik orang tanpa sepengetahuan pemilik di pasar (kata orang). Ketahuan pemilik akhirnya dihakimi massa sebelum kemudian ditangani pihak kepolisian setempat. Jika dibanding dengan para koruptor mungkin apa yang dilakukan ibu ini tak seberapa (<500 ribu), pihak kepolisian hanya mampu mengusut mereka para pencuri kecil. Sedangkan para koruptor yang menjarah uang negara berjuta-juta bahkan bermilyar-milyar lolos begitu saja.
Ibu W adalah seorang janda 45 tahun yang mempunyai tiga orang anak perempuan, dua diantaranya sudah berkeluarga dan anak terakhir masih sekolah dasar kelas 5. Kehidupan memang pas-pasan apalagi tidak punya pekerjaan yang tetap, sebagaimana orang-orang di desa. Aku juga tidak tahu bagaimana keluarga itu bisa makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Yang aku tahu rumah Ibu W ada disebelah rumahku dan dia sangat baik padaku. Tiap kali ketemu selalu menyapa dan tersenyum, kadang mengolok ketika aku mau pergi keluar rumah, hingga kejadian dua bulan lalu aku tak melihat dia di sekitar tetangga.
Seekor Kucing dalam SumurYang aku ingat menjelang pagi hari/masih gelap keluarga Ibu W rame-rame karena ada masalah dengan sumurnya. Seekor kucing kecebur ke dalam sumur, Ibu W dan beberapa tetangga mencoba untuk mengambil si kucing dari sumur. Aku hanya mendengar kegaduahan suara mereka dari dalam rumah, aku tak tertarik dengan apa yang sedang terjadi. Aku tak tahu adakah relevansinya antara seekor kucing kecebur sumurnya kemudian di siang hari Ibu W kena urusan dengan polisi.
Aku mengetahuinya di sore hari dari kabar tetangga, karena tak tahu kejadian sebenarnya aku hanya bergumam, benarkah Ibu W mengambil milik orang lain lalu dihakimi massa dan ditahan kepolisian? Aku hanya mendengar mereka berkata begitu! Karena saat itu aku juga mempunyai persoalaan yang memerlukan konsentrasi, aku sedikit menghiraukan apa yang terjadi pada Ibu W. Hingga di malam hari aku mendapat sms dari anak keduanya untuk sedikit membantu menghubungi suaminya. Waktu itu aku tak bisa berbuat banyak, aku berusaha membantu sedikit lewat komunikasi handphone, sampai akhirnya aku menyerah saat itu. Di saat yang sama aku juga berusaha menyelesaikan persoalanku sendiri lewat handphone. Aku hanya punya satu pilihan persoalan untuk diselesaikan dan aku membiarkan waktu berjalan. Lagi pula untuk urusan birokrasi kepolisian aku sendiri tak paham, ada orang yang lebih pantas melakukan hal itu RT/RW/Lurah.
Ke Solo LagiSetelah permasalahanku sendiri selesai akhirnya aku dan saudaraku merencanakan untuk menjenguknya di Lembaga Pemasyarakatan. Dan sayangnya kami berusaha meluangkan waktu kami minggu ini. Kami ingin menjenguk Ibu W tidak diketahui oleh para tetangga dan para anaknya. Jadi hari minggu 22 Maret 2009 aku berusaha untuk mencari keberadaan Ibu W di LP mana? Akhirnya ide muncul untuk mulai menanyakan di Polsek setempat (Weru, Sukoharjo)dimana kejadian perkara terjadi. Pagi hari mendapat informasi dari Om Ripto bahwa pakde (kakak ipar simbok)sakit keras, dan kami sekeluargapun bingung juga. Rencana kami menjenguk Ibu W bisa tertunda, apalagi aku harus menjemput saudaraku di Solo sebagaimana kami janjikan sebelumnya. Akhirnya aku ke Solo menjemput saudara lalu dilanjutkan ke rumah pakde sekitar 5 KM dari rumah. Beruntung saat itu hari masih pagi sekitar jam 10, jadi waktu untuk menjenguk pakde dan Ibu W pasti cukup. Di rumah pakde selama dua jam memastikan bahwa keadaan pakde sudah baikan, akhirnya kami rencanakan untuk menjenguk Ibu W, padahal pagi hari aku pesimis bisa melakukannnya.
Kami pun mohon diri dan berangkat menuju polsek weru dan setelah menanyakan ke petugas piket, akhirnya dapat jawaban bahwa Ibu W kemungkinan sudah ditahan di LP Solo, atau di Polres Sukoharjo. Berbekal petunjuk pak polisi yang bertugas disitu kamipun menuju ke polres Sukoharjo dan sampai disana kami menanyakan pada petugas jaga. Seperti yang kami perkirakan sebelumnya ternyata sudah dipindahkan di LP Solo. Padahal pagi hari sudah ke solo, ni ke solo lagi, muter muter saja, tapi tak apa-apa kan sudah konsekuensi yang harus kami hadapi.
Lihat Kampanye PDI-PAkhirnya menuju ke LP solo jalan Slamet Riyadi, namun sampai disana tanya petugas piket bahwa hari Minggu tak ada jam besuk. Seperti yang tertera di pengumuman, jam besuk hari Senin-Kamis untuk para napi umum jam 9 pagi sampai jam 1 siang, lalu untuk hari Jumat-Sabtu untuk tahanan narkoba. Membaca persyaratan identitas yang berlaku dan tidak dipungut biaya. Tak lupa kami menanyakan keberadaan Ibu W di LP tersebut pada petugas, setelah menunggu sebentar akhirnya kami mendapatkan jawaban positif bahwa ibu W memang ditahan disitu.
Meski tujuan menjenguk belum tercapai kami tidak kecewa, kebetulan hari itu kampanye partai PDI-P. Kami memesan kue srabi solo yang mangkal di depan LP, sambil menunggu hidangan siap kami mengamati konvoi kampanye.
Hari itu kami belum bisa menjenguk Ibu W, baru lihat LP makan srabi dan disuguhi kampanye PDI-P. Sekelompok anak muda berartibut PDI-P berpawai memenuhi jalan Slamet Riyadi Solo. Suara motornya yang telah dimodif memekakkan telinga membuat telinga orang sakit. Bagian depan seorang anak muda menunjukkan kebolehan dengan mengendarai motor dengan posisi terlentang, seperti tak punya rasa takut kalau jatuh kemudian terlindas dari rombongan di belakangnya. Aku tak paham dengan cara berpikir mereka, lain dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar