Dear God,
We Want to Be The Sun or The Moon more than The Star

Ya Tuhan, Jadikanlah kami seperti Matahari, seperti Bulan dan seperti Bintang-Bintang


Terima kasih atas kunjungan anda!




Sabtu, 27 Desember 2008

Tulusnya Putro Mbarep

Namanya mas Lagiman

Namanya mas Lagiman, usia 36 tahun, berkeluarga dan dua orang anak laki-laki. Tiap sore hari sampai malam jualan Nasi/Mie Goreng Godok Putro Mbarep di depan warnet (Army.Net) di pasar Cawas. Bersama seorang ibu tua yang pantas disebut nenek, usianya sekitar 70 tahun. Mereka mulai sore hari berjualan jam 4 sampai sekitar jam 12, kalo beruntung jam sepuluh sudah pulang. Kadang juga sampai jam 1 malam, berjuang demi untuk menghidupi keluarganya. Tujuh tahun sudah dia menggeluti usahanya dengan berjualan nasi/mie goreng. Anak Mas Lagiman masih kecil, yang pertama baru masuk TK dan yang anak kedua baru dua bulan.

Pertama kali jumpa memang aku tak memperdulikan kehidupan mereka jualan dipinggir jalan dekat pasar bersama seorang nenek yang ternyata ibunya. Mas Lagiman menurutku sangat baik, pertama kali main di warnet ingin berkenalan. Satu dua kali aku masih tidak paham siapa orang ini, hingga suatu saat aku tanyakan, ternyata Mas Lagiman yang jualan Nasi/Mie Goreng di seberang jalan. Aku tahu namanya setelah beberapa kali pertemuan, meski dia ke warnet meski sekedar menghindari kebosanan menunggu pelanggan datang. Aku juga cukup terhibur dengan kedatangannya, lama berlangsung akhirnya kami jadi lebih akrab. Tanya nama, alamat, rumah, keluarga dan sering kami juga bercanda. Aku juga menanyakan masalah nama Putro Mbarep yang dia gunakan sebagai nama usahanya. Mas Lagiman anak tertua dan punya dua adik semuanya sudah berkeluarga. Rumah dekat orang tua sedangkan kedua adiknya tinggal di daerah lain aku tak ingat dimana. Aku melihat sesuatu yang tak kumiliki dalam pribadi mas Lagiman. Kebaikan hati, keluarga yang bahagia dan ibu yang baik, aku menganggap dia sebagai kakak tertuaku yang sekarang tinggal di Palangkaraya ada kemiripan dengannya.

Cah Bagus

Ketika main Putro Mbarep ke warnet dan ada pelanggan yang datang sang ibu selalu memanggil, pernah kudengar sang Ibu menyebut panggilan "Cah Bagus" panggilan yang bagus, menurutku mas Lagiman juga lumayan Bagus/Tampan. Kadang juga dengan sebutan nama belakang saja. Sang Ibu membantu pekerjaan layaknya seorang karyawan, tiap hari Putro Mbarep memberikan upah pada sang ibu. Aku mengetahuinya saat dia menukarkan uang pecahan sepuluh ribuan padaku dan waktu kutanyakan untuk apa. Ternyata dia meminta sang ibu untuk membantu tiap hari dengan diberi upah, mengenai besarnya upah aku tidak tahu. Aku juga pernah menanyakan kenapa istrinya tidak membantu di warungnya, dia bilang anaknya masih kecil, dan aku cukup paham.

Mbok ayo muleh wis tutup wae yo ..!

Tiap sore hari Putro Mbarep mempersiapkan kemah untuk warungya, aku sering mengamatinya ketika memasang, bambu, tenda dan membawa meja serta gerobaknya. Dan pada malam hari dia harus mengemasi lagi sendiri bambu dan tenda, karena di siang hari tempatnya digunakan untuk penjual emas /parkir. Jadi dia berhak menempati untuk berjualan di malam hari, dengan membayar sejumlah uang pada pemilik kios. Selama ini aku tidak melihat keluhan yang dia sampaikan kepadaku, meski aku melihat sendiri apa yang dia kerjakan tiap hari. Melihat saja aku tak sanggup apalagi harus melakukan. Membawa meja, memasang dan membongkar tenda, suatu rutinitas yang banyak mengeluarkan tenaga fisik. Di pagi hari pasaran berlangsung dia ganti profesi sebagai petugas jasa penitipan sepeda di pasar. Lima hari dua kali dengan sejumlah bayaran sebagai uang tambahan. Bagi sang Putro Mbarep mungkin dia sadar dengan kehidupan yang harus dia jalani untuk berjuang memenuhi kebutuhan keluarganya dan juga masa depan anak-anaknya.

Ketika malam warung akan tutup, sesudah melayani mie goreng untuk aku bawa pulang, aku mendengar suara ajakan pada sang ibu. "Mbok ayo muleh wis tutup wae yo ..!" Ketika aku mendengarnya itu aku merasakan suatu hal yang nyaman, aku ikut terasa memanggil simbokku sendiri. Panggilan yang dilakukan dengan ketulusan hati dari sang anak kepada ibundanya. Di hari raya kemarin bahkan dia ikut bisa berkorban sapi bersama tetangganya sejumlah tujuh orang. Tiap orang membayar satu setengah juta rupiah, suatu prestasi yang bagus menurutku. Bahkan orang yang di atas dia saja belum tentu berkehendak dan melakukannya dengan ikhlas. Aku melihat keikhlasan pada dirinya saat menceritakannya padaku....!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Warung Soto Ayam Mulud

Feel The Taste of Our Soto!
So Delicious

By Hari
Jalan Pasar Cawas - Pedan
Sentul Cawas