Siang hari kumandi, lalu kuputuskan untuk memendekkan rambutku. Aku merencanakannya sudah lama sekali, bahkan dari berbagai masukkan yang aku peroleh aku tak pantas dengan gaya tersebut. Meskipun benar menurut mereka, aku tidak mengikuti kata mereka, aku potong rambut hanya karena keinginanku. Itu terjadi dalam pikiranku, aku hanya ingin memastikan apa yang kulakukan adalah karena murni keinginanku bukan keinginan orang lain.
Segera ku berangkat, meski saat itu cuaca lagi panas sekali, gerah juga namun aku tidak hiraukan. Beberapa waktu lalu aku sudah menemukan tempat pangkas rambut yang menurutku sesuai untukku. Meski tempatnya tidak layak, namun aku berpikir lain! Ada sesuatu yang lain dari tempat itu, suasana yang nyaman karena seringnya angin berhembus. Bayanganku pasti enak dalam suasana begitu, kebetulan sekitarnya adalah persawahan, tempat agak terbuka, dekat pegunungan.
Setelah bersepeda ria beberapa saat, sambil lihat pemandangan pegunungan terbawa suasana nyaman dan menenteramkan. Beberapa menit pernjalanan akhirnya sampai tujuanku. Pangkas rambut! Kulihat disana ada 3 orang disana termasuk tukang cukur dan waktu aku baru memarkirkan sepedaku, aku tersentak! Salah seorang mengenaliku dan mengenaliku, dan setelah aku perhatikan ternyata masih kerabat dengan keluargaku. Aku agak malu juga ketika ditanya kenapa kok sampai disitu padahal di tempatku banyak tukang cukur. Aku bilang dari main ketempat teman, kilahku berbohong!
Saat itu di tempat pangkas rambut lagi mati lampu, sehingga sang tukang (P Tikno) namanya menggunakan gunting manual. Dan salah satu adalah orang tua yang sedang mengantri, kami berbincang bincang dulu sambil menunggu. Rumahnya Pancuran dan bercerita tentang asal mula kenapa desanya bernama itu. Aku mendengarkan, setelah berapa lama pembicaraan, giliran orang tua itu untuk merapikan rambut juga. Orang tua yang kesana tidak banyak tuntutan, asal pendek dan pantas saja. Lain halnya dengan kaum muda, mereka banyak sekali dan beragam mode, sehingga disitu ditampilkan berbagai model potongan rambut dari bintang bintang keren dan tampan.
Ketika tiba giliran orang tua itu tiba aku bingung, saat yang sebenarnya tak ingin kulalui. Tapi aku tak bisa menghindar, kenapa bisa ketemu dia disitu. Yang aku perkirakan ternyata terjadi juga, pertanyaan datang padaku. Aku tidak bisa menjawab dengan jujur, aku bersembunyi di belakang kakakku Edi. Sebenarnya pertanyaannya sederhana, tapi aku tidak bisa menjawabnya dengan lancar, mengenai diriku kenapa masih di rumah saja. Ku jawab aku harus dekat dengan mas Edi, dia mempunyai impian yang tinggi sehingga aku harus berada didekatnya paling tidak untuk saat ini. Tentang diriku, aku juga bilang masih optimis, dan aku percaya Allah kasih rezeki padaku! Meskipun ada perasaan ragu juga aku menjawabnya, aku tak punya jawaban lain. Aku merasa hubungan dengan Edi tidak sekedar sebagai adik dan kakak tapi kami adalah ibarat Arjuna dan Kresna, Ibarata Nabi Musa dan Harun. Pemikiran kami banyak yang sinkron, apa yang terjadi padanya terjadi padaku, mungkin karena kami dulu pernah satu kos sewaktu kuliah di Surabaya.
Kami saling melengkapi masing-masing, jika kakakku adalah seorang yang ambisius, penuh dengan ide gagasan, semangat, suka organisasi. Ibarat seorang pemimpin dia adalah P. Soekarno kebetulan dia juga suka sekali dengan buku buku tentang beliau. Sedangkan aku cenderung pendiam dan bijaksana, aku tidak suka organisasi, mungkin karena aku telah melihat kebiasaan kakakku dulu. Seorang aktivis dengan berbagai tumpuk buku panduan, fotokopi makalah. Aku menghitung berapa duit yang telah dihabiskan, sedangkan kami dulu kuliah dengan uang saku orang tua yang pas pasan. Itu adalah salah satu alasan kenapa aku tidak masuk organisasi kampus, disamping aku yang cenderung penakut. Dan menurut kesalahanku saat itu aku tidak belajar bagaimana seseorang harus survive, baik dari keluarga atau dari guru ataupun kawan.
Kami merasa bahwa Allah menciptakan kami dalam satu paket dalam satu keluarga, dalam suatu design. Meski kadang kami juga tidak tahu, apakah kami termasuk orang orang istimewa atau tidak. Tapi itu bukan masalah bukan, karena kami juga tidak tahu kelak mau jadi orang atau nggak! Perjalanan hidup kami memang tidak semulus dengan apa yang kami rencanakan. Kami menganggapnya sebagai jalan yang harus kami lalui untuk menuju ke tingkat yang lebih tinggi.
Di usia remaja kami termasuk murid dengan beberapa prestasi, terutama kakakku yang telah beberapa kali menjuarai kategori lomba. Dalam keluarga dia sangat dominan, sedangkan aku mungkin seorang yang paling tidak lebih bijaksana meski aku juga punya kekurangan. Pernah waktu di sekolah dasar kami diikutkan lomba nyanyi sampai tingkat kabupaten. Kakakku memang suka nyanyi, sedang aku dulu tidak menyukainya, aku merasa aku tidak bisa menyanyi. Mungkin karena kakakku dulu juara, sehingga aku diikutkan juga! Dan sampai sekarang aku juga tidak paham dengan not balok, secara teori tulis menulis mungkin masih bisa, tapi kalo sudah tarik suara, aku tidak tau lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar